Perak berasal dari kata bahasa latin
yaitu Argentum, dalam ilmu kimia memiliki lambang (Ag). Logam ini biasanya
digunakan untuk membuat uang logam, perhiasan, sendok, dan biasa digunakan juga
untuk mebuat bantalan mesin pesawat terbang.
Kotagede adalah kecamatan di
tenggara Kota Yogyakarta. Kotagede merupakan sentra kerajinan perak yang sudah
terkenal sejak jaman dulu. Menurut catatan Djoko Soekiman, sudah sejak abad
ke-16 (masa kerajaan Mataram Islam) Kotagede muncul sebagai pusat perdagangan
yang cukup maju, hal ini ditandai dengan sebutan lain untuk kotagede yaitu Sar
Gede atau Pasar Gede yang dapat diartikan sebagai “pasar besar” (pusat
perdagangan yang besar). Kerajinan perak Kotagede bermula dari kebiasaan para
abdi dalem kriya Kotagede membuat barang-barang keperluan Kraton untuk memenuhi
kebutuhan akan perhiasan atau perlengkapan lainnya bagi Raja dan Kraton serta
kerabat-kerabatnya. Perkembangan perusahaan perak Kotagede mengalami masa
keemasan antara tahun 1930—1940-an dengan munculnya perusahan-perusahaan baru,
peningkatan kualitas, dan diciptakannya berbagai motif baru.
Pertumbuhan perusahaan pengrajin perak diawali dengan adanya pakaryan perak, istilah ini dimaksudkan sebagai usaha membuat barang-barang seni dari perak. Pada awalnya, semua barang tersebut dibuat tidak untuk diperdagangkan, hanya sekedar untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, namun karena usaha kerajina itu mengalami perkembangan yang pesat terutama dengan adanya organisasi dan spesialisasi berupa perusahaan perak, maka kerajina perak selanjutnya dijadikan sebagai komoditas perdagangan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Meskipun begitu, perak Kotagede masih dikerjakan dengan cara yang sama, yaitu sebagai suatu bentuk kerajinan yang menuntut keterampilan tangan.
Saat ini di wilayah Kotagede memliki
puluhan art shop perak yang tersebar
di seluruh wilayah. Wisatawan tidak sekedar dapat memilih dan membeli souvenir,
tetapi bisa menyaksikan proses pembuatannya. Proses produksinya diawali dengan
peleburan perak murni berbentuk kristal, dicampur dengan tembaga. Kadar perak
standar adalah 92,5%. Perak yang dilebur dan berbentuk cair dicetak untuk
mendapatkan bentuk yang mendekati bentuk yang diinginkan, misalnya bentuk cincin.
Proses kedua ini disebut singen (dicetak).
Proses berikutnya ialah mengondel,
yaitu memukul-mukul hasil cetakan untuk mendapatkan bentuk yang sesuai. Proses mengondel memerlukan tingkat ketrampilan
tersendiri. Setelah terbentuk kemudian diukir untuk mendapatkan motif yang
diinginkan. Proses ini memerlukan tingkat keahlian sangat tinggi.. Proses
terakhir ialah finishing, yaitu
membuat barang menjadi mengkilap.
Namun akhir-akhir ini, kerajinan
perak Kotagede dirasakan mengalami penurunan. Terjadi kelesuan diantara para
pembeli dan para pengrajin perak di Kotagede. Kerajinan perak yang semula
dikerjakan sendiri oleh pengrajin Kotagede, ada beberapa yang dikerjakan diluar
daerah karena minimnya regenerasi pengrajin di tingkat lokal. Masalah ini masih
diperbincangkan diantara tokoh-tokoh masyarakat Kotagede, mereka memikirkan langkah
kedepan bagaimana agar kerajinan hasil warisan selama ratusan tahun ini dapat
bergairah kembali.
Sumber: