Sabtu, 18 Oktober 2014

Sejarah Industri Perak Kotagede


Perak berasal dari kata bahasa latin yaitu Argentum, dalam ilmu kimia memiliki lambang (Ag). Logam ini biasanya digunakan untuk membuat uang logam, perhiasan, sendok, dan biasa digunakan juga untuk mebuat bantalan mesin pesawat terbang.

Kotagede adalah kecamatan di tenggara Kota Yogyakarta. Kotagede merupakan sentra kerajinan perak yang sudah terkenal sejak jaman dulu. Menurut catatan Djoko Soekiman, sudah sejak abad ke-16 (masa kerajaan Mataram Islam) Kotagede muncul sebagai pusat perdagangan yang cukup maju, hal ini ditandai dengan sebutan lain untuk kotagede yaitu Sar Gede atau Pasar Gede yang dapat diartikan sebagai “pasar besar” (pusat perdagangan yang besar). Kerajinan perak Kotagede bermula dari kebiasaan para abdi dalem kriya Kotagede membuat barang-barang keperluan Kraton untuk memenuhi kebutuhan akan perhiasan atau perlengkapan lainnya bagi Raja dan Kraton serta kerabat-kerabatnya. Perkembangan perusahaan perak Kotagede mengalami masa keemasan antara tahun 1930—1940-an dengan munculnya perusahan-perusahaan baru, peningkatan kualitas, dan diciptakannya berbagai motif baru.

Pertumbuhan perusahaan pengrajin perak diawali dengan adanya pakaryan perak, istilah ini dimaksudkan sebagai usaha membuat barang-barang seni dari perak. Pada awalnya, semua barang tersebut dibuat tidak untuk diperdagangkan, hanya sekedar untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, namun karena usaha kerajina itu mengalami perkembangan yang pesat terutama dengan adanya organisasi dan spesialisasi berupa perusahaan perak, maka kerajina perak selanjutnya dijadikan sebagai komoditas perdagangan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Meskipun begitu, perak Kotagede masih dikerjakan dengan cara yang sama, yaitu sebagai suatu bentuk kerajinan yang menuntut keterampilan tangan.

Saat ini di wilayah Kotagede memliki puluhan art shop perak yang tersebar di seluruh wilayah. Wisatawan tidak sekedar dapat memilih dan membeli souvenir, tetapi bisa menyaksikan proses pembuatannya. Proses produksinya diawali dengan peleburan perak murni berbentuk kristal, dicampur dengan tembaga. Kadar perak standar adalah 92,5%. Perak yang dilebur dan berbentuk cair dicetak untuk mendapatkan bentuk yang mendekati bentuk yang diinginkan, misalnya bentuk cincin. Proses kedua ini disebut singen (dicetak). Proses berikutnya ialah mengondel, yaitu memukul-mukul hasil cetakan untuk mendapatkan bentuk yang sesuai. Proses mengondel memerlukan tingkat ketrampilan tersendiri. Setelah terbentuk kemudian diukir untuk mendapatkan motif yang diinginkan. Proses ini memerlukan tingkat keahlian sangat tinggi.. Proses terakhir ialah finishing, yaitu membuat barang menjadi mengkilap.
Namun akhir-akhir ini, kerajinan perak Kotagede dirasakan mengalami penurunan. Terjadi kelesuan diantara para pembeli dan para pengrajin perak di Kotagede. Kerajinan perak yang semula dikerjakan sendiri oleh pengrajin Kotagede, ada beberapa yang dikerjakan diluar daerah karena minimnya regenerasi pengrajin di tingkat lokal. Masalah ini masih diperbincangkan diantara tokoh-tokoh masyarakat Kotagede, mereka memikirkan langkah kedepan bagaimana agar kerajinan hasil warisan selama ratusan tahun ini dapat bergairah kembali.


Sumber:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hosted Desktop